Selasa, 14 Oktober 2014

Saidah sang penjual nasi sedepan waduk penjalin

Matahari sudah berada diatas kepala, sebagian orang mungkin lebih memilih untuk berteduh atau beristirahat. Namun tidak bagi pasangan Tadjudi (50) dan Suidah (47), mereka justru terlihat sibuk menaikan beberapa wadah ke atas perahu. Untuk Apa?
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWV65iQM_1a5MBXmFVI5Bk2x5SQxzHrGWcLz4eJb4DUP9rhox0DAPsjjsQRoJW121rTZpiem8n_tYG0o9dqA_ZWti0jPmLU0b2n436QmIz-OrC3xeduo3wpz1sb4xfYOeFy8_H6mLiRsp_/s1600/D.jpg
Ya, bagi Suidah dan Tadjudi, saat tengah hari adalah waktu dimana mereka menjemput rejeki di Waduk Penjalin. Namun bukan sebagai pencari ikan atau penyedia jasa sewa perahu. Melainkan sebagai penjual nasi keliling menggunakan perahu kayu, atau yang sering disebut jukung.

Dengan menggunakan dayung, keduanya mulai meninggalkan rumah mereka di Dukuh Karangsempu. Bagi para penghobi mancing, kehadiran Suidah dan suaminya ini sangat dinanti-nanti. Pasalnya, hanya mereka satu-satunya penjual nasi keliling yang ada di Waduk Penjalin.

"Sudah sejak lama seperti ini, saking lamanya hampir semua orang yang mancing di waduk Penjalin ini saya kenal," ungkap Suidah.

Menu yang dia tawarkan cukup sederhana, nasi putih dengan lauk urab berupa rebusan sayur dipadu parutan kelapa dengan bumbu khas, sambel dan goreng ikan kecil. Tarif yang ditawarkan sangat terjangkau, yakni Rp 5000 untuk setiap porsinya.

"Namanya orang yang sedang asik mancing, kadang sampai lupa makan. Untuk beranjak dari lokasi saja enggan, makanya saya coba jualan seperti ini dan ternyata mereka sangat menyukainya," kata Suidah.

Dia mengaku, setiap hari menyiapkan 5 kilogram lebih beras yang selalu habis di beli para pelanggannya. Bahkan jika cuaca sedang baik dan banyak pemancing yang datang, terpaksa tidak semua bisa terlayani.

"Karenanya saya hanya melayani saja mereka yang memancing, untuk kemudian ditinggal menuju lokasi lain. Sementara untuk pembayaran, baru saya datangi jika hari sudah menjelang sore," jelasnya.

Setiyono (38), warga Ajibarang, Banyumas yang sejak lama menjadikan Waduk Penjalin sebagai lokasi menyalurkan hobi memancingnya, mengaku keberadaan Suidah sangat bermanfaat.

"Wah kalau sudah duduk memancing ikan, kita malas beranjak. Beruntung ada nasi urab seperti ini, menu yang ditawarkan sangat cocok. Nasi urab, meskipun sederhana dan harganya juga terjangkau namun tetap nikmat," kata Yono.

Bahkan menurut dia, keberadaan Suidah yang menghampiri setiap sudut waduk Penjalin, menjadi pertanda waktu bagi para penghobi mancing saatnya makan siang.

Dari hasil berjualan nasi diatas perahu tersebut, saat ini Suidah dan suaminya bisa memiliki 4 perahu yang juga dia sewakan untuk masyarakat yang datang memancing. Selain nasi urab, dia juga menawarkan kopi dan teh manis yang siap disajikan dalam kondisi panas untuk menemani pemancing menunggu kail mereka disambar ikan.(Tg)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar